Berikut
ini adalah ringkasan manaqib beliau yang penulis peroleh dari keterangan
keluarga. Terutama kakek penulis yaitu KH Ahmad Abdul Haq dan beberapa
petikan catatan yang penulis peroleh dari catatan – catatan Mbah Kyai Dalhar.
Kelahiran
& NasabnyaMbah Kyai Dalhar lahir di komplek pesantren Darussalam,
Watucongol, Muntilan, Magelang pada hari Rabu, 10 Syawal 1286 H atau 10
Syawal 1798 – Je (12 Januari 1870 M).
|
Ketika lahir beliau diberi nama oleh ayahnya dengan
nama Nahrowi. Ayahnya adalah seorang mudda'i ilallah bernama Abdurrahman bin
Abdurrauf bin Hasan Tuqo.
Kyai Abdurrauf adalah salah seorang panglima perang
Pangeran Diponegoro. Nasab Kyai Hasan Tuqo sendiri sampai kepada Sunan
Amangkurat Mas atau Amangkurat III. Oleh karenanya sebagai keturunan raja, Kyai
Hasan Tuqo juga mempunyai nama lain dengan sebutan Raden Bagus Kemuning.
Diriwayatkan, Kyai Hasan Tuqo keluar dari komplek
keraton karena beliau memang lebih senang mempelajari ilmu agama daripada hidup
dalam kepriyayian. Belakangan waktu baru diketahui jika beliau hidup menyepi
didaerah Godean, Yogyakarta. Sekarang desa tempat beliau tinggal dikenal dengan
nama desa Tetuko. Sementara itu salah seorang putera beliau yang bernama
Abdurrauf juga mengikuti jejak ayahnya yaitu senang mengkaji ilmu agama. Namun
ketika Pangeran Diponegoro membutuhkan kemampuan beliau untuk bersama – sama
memerangi penjajah Belanda, Abdurrauf tergerak hatinya untuk membantu sang
Pangeran.
Dalam gerilyanya, pasukan Pangeran Diponegoro sempat
mempertahankan wilayah Magelang dari penjajahan secara habis – habisan. Karena
Magelang bagi pandangan militer Belanda nilainya amat strategis untuk
penguasaan teritori lintas Kedu. Oleh karenanya, Pangeran Diponegoro
membutuhkan figure – figure yang dapat membantu perjuangan beliau melawan
Belanda sekaligus dapat menguatkan ruhul jihad dimasyarakat. Menilik dari
kelebihan yang dimilikinya serta beratnya perjuangan waktu itu maka
diputuskanlah agar Abdurrauf diserahi tugas untuk mempertahankan serta menjaga
wilayah Muntilan dan sekitarnya. Untuk ini Abdurrauf kemudian tinggal di dukuh
Tempur, Desa Gunung Pring, Kecamatan Muntilan. Beliau lalu membangun sebuah
pesantren sehingga masyhurlah namanya menjadi Kyai Abdurrauf.
Pesantren Kyai Abdurrauf ini dilanjutkan oleh
puteranya yang bernama Abdurrahman. Namun letaknya bergeser ke sebelah utara
ditempat yang sekarang dikenal dengan dukuh Santren (masih dalam desa Gunung
Pring). Sementara ketika masa dewasa mbah Kyai Dalhar, beliau juga meneruskan
pesantren ayahnya (Kyai Abdurrahman) hanya saja letaknya juga dieser kearah
sebelah barat ditempat yang sekarang bernama Watu Congol. Adapun kisah ini ada
uraiannya secara tersendiri.
Ta'lim dan rihlahnyaMbah Kyai Dalhar adalah seorang
yang dilahirkan dalam ruang lingkup kehidupan pesantren. Oleh karenanya
semenjak kecil beliau telah diarahkan oleh ayahnya untuk senantiasa mencintai
ilmu agama. Pada masa kanak – kanaknya, beliau belajar Al-Qur'an dan beberapa
dasar ilmu keagamaan pada ayahnya sendiri yaitu Kyai Abdurrahman. Menginjak
usia 13 tahun, mbah Kyai Dalhar mulia belajar mondok. Ia dititipkan oleh sang
ayah pada Mbah Kyai Mad Ushul (begitu sebutan masyhurnya) di Dukuh Mbawang,
Desa Ngadirejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. Disini beliau belajar
ilmu tauhid selama kurang lebih 2 tahun.
Sesudah dari Salaman, mbah Kyai Dalhar dibawa oleh
ayahnya ke Pondok Pesantren Al-Kahfi Somalangu, Kebumen. Saat itu beliau
berusia 15 tahun. Oleh ayahnya, mbah Kyai Dalhar diserahkan pendidikannya pada
Syeikh As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani atau yang ma'ruf dengan
laqobnya Syeikh Abdul Kahfi Ats-Tsani. Delapan tahun mbah Kyai Dalhar belajar
di pesantren ini. Dan selama di pesantren beliau berkhidmah di ndalem pengasuh.
Itu terjadi karena atas dasar permintaan ayah beliau sendiri pada Syeikh
As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani.
Kurang lebih pada tahun 1314 H/1896 M, mbah Kyai
Dalhar diminta oleh gurunya yaitu Syeikh As_Sayid Ibrahim bin Muhammad
Al-Jilani Al-Hasani untuk menemani putera laki – laki tertuanya yang bernama
Sayid Abdurrahman Al-Jilani Al-Hasani thalabul ilmi ke Makkah Musyarrafah.
Dalam kejadian bersejarah ini ada kisah menarik yang perlu disuri tauladani
atas ketaatan dan keta'dziman mbah Kyai Dalhar pada gurunya. Namun akan kita
tulis pada segmen lainnya.
Syeikh As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani
Al-Hasani punya keinginan menyerahkan pendidikan puteranya yang bernama Sayid
Abdurrahman Al-Jilani Al-Hasani kepada shahib beliau yang berada di Makkah dan
menjadi mufti syafi'iyyah waktu itu bernama Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol
Al-Hasani (ayah Syeikh As_Sayid Muhammad Sa'id Babashol Al-Hasani). Sayid
Abdurrahman Al-Hasani bersama mbah Kyai Dalhar berangkat ke Makkah dengan
menggunakan kapal laut melalui pelabuhan Tanjung Mas, Semarang. Dikisahkan
selama perjalanan dari Kebumen, singgah di Muntilan dan kemudian lanjut sampai
di Semarang, saking ta'dzimnya mbah Kyai Dalhar kepada putera gurunya, beliau
memilih tetap berjalan kaki sambil menuntun kuda yang dikendarai oleh Sayid
Abdurrahman. Padahal Sayid Abdurrahman telah mempersilahkan mbah Kyai Dalhar
agar naik kuda bersama. Namun itulah sikap yang diambil oleh sosok mbah Kyai
Dalhar. Subhanallah.
Sesampainya di Makkah (waktu itu masih bernama
Hejaz), mbah Kyai Dalhar dan Sayid Abdurrahman tinggal di rubath (asrama tempat
para santri tinggal) Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani yaitu didaerah
Misfalah. Sayid Abdurrahman dalam rihlah ini hanya sempat belajar pada Syeikh
As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani selama 3 bulan, karena beliau diminta oleh
gurunya dan para ulama Hejaz untuk memimpin kaum muslimin mempertahankan Makkah
dan Madinah dari serangan sekutu. Sementara itu mbah Kyai Dalhar diuntungkan
dengan dapat belajar ditanah suci tersebut hingga mencapai waktu 25 tahun.
Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani inilah
yang kemudian memberi nama "Dalhar" pada mbah Kyai Dalhar. Hingga
ahirnya beliau memakai nama Nahrowi Dalhar. Dimana nama Nahrowi adalah nama
asli beliau. Dan Dalhar adalah nama yang diberikan untuk beliau oleh Syeikh
As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani. Rupanya atas kehendak Allah Swt, mbah
Kyai Nahrowi Dalhar dibelakang waktu lebih masyhur namanya dengan nama
pemberian sang guru yaitu Mbah Kyai "Dalhar". Allahu Akbar.
Ketika berada di Hejaz inilah mbah Kyai Dalhar
memperoleh ijazah kemusrsyidan Thariqah As-Syadziliyyah dari Syeikh Muhtarom
Al-Makki dan ijazah aurad Dalailil Khoerat dari Sayid Muhammad Amin Al-Madani.
Dimana kedua amaliyah ini dibelakang waktu menjadi bagian amaliah rutin yang
memasyhurkan nama beliau di Jawa.
Riyadhah dan amaliahnyaMbah Kyai Dalhar adalah
seorang ulama yang senang melakukan riyadhah. Sehingga pantas saja jika menurut
riwayat shahih yang berasal dari para ulama ahli hakikat sahabat – sahabatnya,
beliau adalah orang yang amat akrab dengan nabiyullah Khidhr as. Sampai –
sampai ada putera beliau yang diberi nama Khidr karena tafaullan dengan
nabiyullah tersebut. Sayang putera beliau ini yang cukup 'alim walau masih amat
muda dikehendaki kembali oleh Allah Swt ketika usianya belum menginjak dewasa.
Selama di tanah suci, mbah Kyai Dalhar pernah
melakukan khalwat selama 3 tahun disuatu goa yang teramat sempit tempatnya. Dan
selama itu pula beliau melakukan puasa dengan berbuka hanya memakan 3 buah biji
kurma saja serta meminum seteguk air zamzam secukupnya. Dari bagian
riyadhahnya, beliau juga pernah melakukan riyadhah khusus untuk medoakan para
keturunan beliau serta para santri – santrinya. Dalam hal adab selama ditanah
suci, mbah Kyai Dalhar tidak pernah buang air kecil ataupun air besar di tanah
Haram. Ketika merasa perlu untuk qadhil hajat, beliau lari keluar tanah Haram.
Selain mengamalkan dzikir jahr 'ala thariqatis
syadziliyyah, mbah Kyai Dalhar juga senang melakukan dzikir sirr. Ketika sudah
tagharruq dengan dzikir sirnya ini, mbah Kyai Dalhar dapat mencapai 3 hari 3
malam tak dapat diganggu oleh siapapun. Dalam hal thariqah As-Syadziliyyah ini
menurut kakek penulis KH Ahmad Abdul Haq, beliau mbah Kyai Dalhar menurunkan
ijazah kemursyidan hanya kepada 3 orang. Yaitu, Kyai Iskandar, Salatiga ; KH
Dimyathi, Banten ; dan kakek penulis sendiri yaitu KH Ahmad Abdul Haq.
Sahrallayal (meninggalkan tidur malam) adalah juga
bagian dari riyadhah mbah Kyai Dalhar. Sampai dengan sekarang, meninggalkan
tidur malam ini menjadi bagian adat kebiasaan yang berlaku bagi para putera –
putera di Watucongol.
KaramahnyaSebagai seorang auliyaillah, mbah Kyai
Dalhar mempunyai banyak karamah. Diantara karamah yang dimiliki oleh beliau
ialah :
Suaranya apabila memberikan pengajian dapat didengar
sampai jarak sekitar 300 meter walau tidak menggunakan pengeras suara
Mengetahui makam – makam auliyaillah yang sempat
dilupakan oleh para ahli, santri atau masyarakat sekitar dimana beliau – beliau
tersebut pernah bertempat tinggal
Dll
Karya – karyanyaKarya mbah Kyai Dalhar yang
sementara ini dikenal dan telah beredar secara umum adalah Kitab Tanwirul
Ma'ani. Sebuah karya tulis berbahasa Arab tentang manaqib Syeikh As-Sayid Abil
Hasan 'Ali bin Abdillah bin Abdil Jabbar As-Syadzili Al-Hasani, imam thariqah
As-Syadziliyyah. Selain daripada itu sementara ini masih dalam penelitian.
Karena salah sebuah karya tulis tentang sharaf yang sempat diduga sebagai karya
beliau setelah ditashih kepada KH Ahmad Abdul Haq ternyata yang benar adalah
kitab sharaf susunan Syeikh As-Sayid Mahfudz bin Abdurrahman Somalangu. Karena beliau
pernah mengajar di Watucongol, setelah menyusun kitab tersebut di Tremas.
Dimana pada saat tersebut belum muncul tashrifan ala Jombang.
Murid – muridnyaBanyak sekali tokoh – tokoh ulama
terkenal negara ini yang sempat berguru kepada beliau semenjak sekitar tahun
1920 – 1959. Diantaranya adalah KH Mahrus, Lirboyo ; KH Dimyathi, Banten ; KH
Marzuki, Giriloyo dll.
WafatnyaSesudah mengalami sakit selama kurang lebih
3 tahun, Mbah Kyai Dalhar wafat pada hari Rabu Pon, 29 Ramadhan 1890 – Jimakir
(1378 H) atau bertepatan dengan 8 April 1959 M. Ada yang meriwayatkan jika
beliau wafat pada 23 Ramadhan 1959. Akan tetapi 23 Ramadhan 1959 bukanlah hari
Rabu namun jatuh hari Kamis Pahing. Menurut kakek penulis yaitu KH Ahmad Abdul
Haq (putera laki-laki mbah Kyai Dalhar), yang benar mbah Kyai Dalhar itu wafat
pada hari Rabu Pon.
Demikianlah manaqib singkat yang sebenarnya ditulis
semoga menjadikan faham pada semua pihak. Penulis adalah cucu dari Mbah Kyai
Dalhar dari jalur ibu. Adapun nasabnya yang sampai pada beliau dengan tartib
adalah ibu penulis sendiri bernama Fitriyati binti KH Ahmad Abdul Haq bin KH
Nahrowi Dalhar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar