LAHIR
di Desa Ngelom, Kecamatan Taman Sidoarjo, 17 Agustus 1938. Kiai yang sekarang
menjadi Rois Syuriah PBNU ini adalah anak kedelapan dari sebelas bersaudara.
Lahir dari pasangan Kiai Chamzah Ismail dan Nyai Muchsinah. Semasa hidup,
sebagian besar waktunya lebih dikonsentrasikan untuk kepentingan umat dengan
dakwah.
Ketika
umur 9 tahun (1946), Imron yang masih darah biru keturunan Mas Karebet atau
Joko Tingkir itu, dikirim ke PP Tebuireng Jombang, bersama kakak tuanya KHM
Rifa’i. Dari pesantren asuhan KHM Hasyim Asyari ini, Imron pindah ke PP
Buntet Cirebon.
|
Setelah tiga tahun, pindah lagi ke PP Darul Ulum
Rejoso, Peterongan, Jombang hingga 1954. Dari Jombang berguru kepada Mbah
Maksum di PP Al Hidayah Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Dari situ pindah-pindah
lagi ke Salatiga dan Krapyak Yogyakarta.
Semenjak masih mondok, Imron sudah aktif
berorganisasi. Mulai mencuat namanya pada tahun 1952, menjadi anggota pleno GP
Ansor Cabang Jombang. Tahun 1954, menjadi pengurus IPNU Cabang Jombang. Ketika
di Lasem (1959), kiai yang tak dikaruniai anak ini menjadi pengurus cabang NU
Lasem. Tahun 1962-1965 naik ke puncak menjadi ketua. Pada tahun terakhir di
Lasem ini meletus pembernatakan G 30 S/PKI, Kiai Imron tampil sebagai wakil
komandan penumpasan PKI.
Setelah pulang ke Ngelom, 1967, masuk di bagian
penerangan PERTANU Wilayah Jatim. Tahun itu juga, menjadi ketua Departemen
Penerangan GP Ansor Jatim. Tahun 1967-1982 sebagai Katib Syuriyah NU Jatim,
yakni saat KH Machrus Ali menjadi Rais.
Saat NU menjadi partai politik, maka jabatan yang
disandang Kiai Imron adalah jabatan politik. Untuk itu, pada tahun 1971-1982
menjadi anggota DPRD Tingkat I Jatim, 1973-1986 wakil ketua PPP Wilayah Jatim
(Ketuanya KHM Hasyim Latif), 1982-1987 wakil ketua DPRD Tingkat I Jatim,
1989-1994 Sekjen PP RMI. Dua kali menjadi anggota MPR-RI utusan Daerah Jatim,
masa jabatan 1987-1992 dan 1992-1997.
Suami Hj Churiyah ini juga pernah menjabat Rois
Syuriyah PWNU Jatim selama dua periode 1992-1997 dan 1997-2002. Saat itu, Ketua
Tanfidziyah PWNU Jatim dipegang KH A Hasyim Muzadi. Hanya saja, amanah periode
kedua ini tidak bisa tuntas, karena Kiai Imron dipercaya menjadi Rois Syuriah
PBNU periode 1999-2004 berdasarkan keputusan Muktamar Lirboyo. (hel - Duta
Masyarakat Baru 23 Mei 2000)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar