|
Judul Buku : Nalar Politik NU dan
Muhammadiyah; Over Crossing Jawa Sentris
Penulis : Dr. Suaidi Asyari, MA, Ph.D
Penerbit : LKiS, Yogyakarta
Cetakan : Pertama, April 2009
Tebal : xxiv + 448 halaman
Peresensi : Fikrul Umam MS
|
NU,
Nahdlatul Ulama adalah organisasi sosial-keagamaan (jamiyyah
diniyyah-ijtimaiyyah) terbesar di negeri ini yang sebenarnya lebih fokus pada
persoalan-persoalan kehidupan sosial-keagamaan para warganya. Pada orde lama NU
menjadi sebuah partai politik dan mewarnai kehidupan politik bangsa Indonesia ,
karena merasa kecewa oleh kelompok modernis yang mendominasi Masyumi. Pada
Muktamar Situbondo NU kembali ke khittahnya menjadi organisasi sosial-keagamaan
dan terjun langsung ke masalah-masalah ke-umat-an.
NU memiliki
peran yang sangat vital dan penting dalam proses demokrasi di Indonesia,
berbagai sikap, pandangan, dan kebijakan organisasi yang diambil oleh NU
terbukti mampu mewarnai kehidupan politik mulai semenjak Orde Baru hingga saat
ini. Pada tahun 1999 NU menjembatani berdirinya partai politik yang secara
khusus menampung aspirasi politik warga NU, dan dengan difasilitasi dari PBNU
dan dihadiri oleh KH. Muchit Muzadi, KH. Mustofa Bisri dan founding fathers KH.
Abdurrahman Wahid mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa.
Dengan
lahirnya PKB, NU memberikan kelonggaran bagi warganya dan tidak memaksa
warganya untuk memilih partai politik tertentu. PKB tidak lepas dari NU
sehingga jumlah perolehan suara merupakan representasi dari jumlah pengikut NU
yang tersebar di Indonesia. Ternyata loyalitas warga NU terhadap induk
organisasinya tidak sama kuat dengan loyalitas yang diberikan kepada PKB,
sehingga jutaan bahkan ribuan warga nahdliyin tidak cukup menyumbangkan suara
yang signifikan bagi PKB.
Dinamika
internal yang terjadi di NU sebagai organisasi sosial-keagamaan dalam kaitannya
dengan PKB merupakan kajian khusus yang tersaji dalam buku ini, kenyataan bahwa
NU yang di luar jawa memiliki karakter tersendiri yang berbeda dengan NU di
Jawa. Baik terkait dengan loyalitas warga NU terhadap partai maupun pemilu
legislatif dan pemilu presiden 2004 juga menjadi suatu hal yang menarik.
NU yang
berdiri pada tahun 1926 mengklaim sebagai organisasi Islam terbesar di dunia,
dan lebih dari 40 juta muslim adalah pengikut NU. Akhir-akhir ini studi Islam
semakin didominasi oleh dikotomi “radikal” versus “moderat, NU diletakkan
sebagai organisasi moderat sebuah klaim yang membutuhkan eksaminasi ulang lebih
jauh. NU memiliki peran yang penting dalam perpolitikan di Indonesia dan banyak
disorot dari perspektif demokrasi dan civil sosiety.
Menurut
sebuah survei yang dilakukan oleh Saiful Mujani tahun 2002, sekitar 66% santri
Indonesia adalah 18 % warga Indonesia adalah pengikut Muhammadiyah, dan 48 %
warga Indonesia adalah pengikut NU. Sehingga jelaslah bahwa kedua organisasi
ini memainkan peran penting, baik dalam memobilisasi maupun dalam memediasi
massa . Hubungan antara NU dan Muhammadiyah adalah modernis-puritanis dan
muslim tradisionalis berdasarkan, pertama; keanggotaan kelompok. Kedua; cara
kaum muslim melakukan ibadah. Mengenai hubungan Muhammadiyah dengan Islam
modernis-puritanis ada tiga hal, yakni; anggota, pengikut dan jamaah.
Para
pengikut NU dan Muhammadiyah berdasarkan dari ritual agamanya (ibadah) yang
dijalankan sebagian besar para pengikut NU adalah kaum muslim yang banyak
mempraktikan ritual ibadah model madzhab Safi’I (w. 204 H/ 820 M). sedangkan
sebagian besar pengikut Muhammadiyah merupakan kaum muslim yang mempraktikkan
ibadahnya yang serupa dengan madzhab Hanbali (w. 241 H/ 855 M). Menyambut
pemilihan umum 1999, Amien Rais pemimpin umum Muhamnmadiyah (1995-2000)
mendirikan PAN (Partai Amanat Nasional).
Sementara
KH. Abdurrahman Wahid, Ketua Umum PBNU (1984-1998) beserta kiai lainnya
mendirikan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Meski platform PKB dan PAN
menyatakan bahwa keduanya merupakan partai politik terbuka dan sekuler. Banyak
pengamat politik yang berharap kedua partai menjadi penyambung lidah parlemen
bagi aspirasi warga NU dan warga Muhammadiyah. Dengan demikian warga NU memilih
PKB dan para pengikut Muhammadiyah akan memilih PAN.
Studi
tentang NU dan Muhammadiyah dengan cara mengeksaminasi perannya dalam politik
sosial-keagamaan Indonesia dengan melihat basis perkembangan awal mereka yang
kuat, yaitu gagasan ijtihad (interpretasi yang bebas), penolakan madzhab versus
ijma’ (konsensus), pengakuan terhadap madzhab. Secara teoritis NU penganjur
ijma’ dan Muhammadiyah adalah penganjur ijtihad. Muhammadiyah yang berdiri
tahun 1912, adalah sebagai organisasi “Islam Puritan” yakni organisasi
keagamaan yang perkembangannya berhubungan langsung dengan para pengikutnya dan
sangat sesuai dengan karakteristik awal organisasi serta penyesuaian karakteristik
dengan perubahan sosial dan politik di Indonesia yang berlangsung lama.
Buku ini
menyajikan fakta mengenai dinamika dan peran penting Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah sebagai organisasi massa Islam terbesar di Indonesia dalam
kehidupan politik dan proses demokratisasi di Indonesia . Pasca runtuhnya rezim
orde baru sebuah tema kajian tentang Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang
sering luput dari perhatian para ilmuan baik dalam negeri maupun luar negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar