KH.
Nawawi Abdul Aziz lahir pada tahun 1925. Beliau merupakan putra kedua dari Al
Maghfurlah KH. Abdul Aziz, seorang petani yang tinggal di pelosok desa di
daerah Kawedanan yang terkenal yaitu Kutoarjo tepatnya di desa Tulusrejo
Grabag Kutoarjo Purworejo Jawa Tengah.
Karir
keilmuan Beliau dirintis sejak beliau berumur tujuh tahun. Hari-hari beliau
selalu dihiasi dengan berbagai kegiatan Tholabul ‘ilmi. Pagi hari Beliau
belajar di Sekolah Dasar ( SR-red ) dan sorenya Beliau mengikuti Madrasah
Diniyah Al Islam Jono. Sedangkan pada malam hari, Beliau mengaji Al Qur’an
kepada sang Ayah dan juga beberapa disiplin ilmu seperti Ilmu Fiqh dan
Ushuluddin.
|
Setelah Beliau berumur 13 tahun, Beliau meneruskan
pengembaraannya ke Pondok Pesantren Lirap Kebumen Jawa Tengah untuk mengaji
Ilmu Alat kepada Al Maghfurlah KH. Anshori selama 4 tahun. Kemudian setelah
dirasa cukup, Beliau ditarik oleh Orang tua Beliau untuk selanjutnya diantar
bersama kakak ke Pondok Pesantren Tugung Banyuwangi di bawah asuhan Al
Maghfurlah KH. Abbas yang pada saat itu Indonesia masih dijajah oleh Jepang.
Setelah beberapa tahun menimba ilmu di sana, seperti
Pemuda yang lainnya, Beliau merasa ingin sekali pulang ke kampung halaman
sekedar melepaskan rasa rindu kepada keluarga. Untuk itulah, dua bulan setelah
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangakan, beliau pulang ke
Kutoarjo. Tetapi bak pepatah, “ untung tak dapat diraih, malang tak dapat
ditolak ”, sebelum Beliau sempat kembali ke Pondok, serdadu Belanda dengan
membonceng tentara Inggris mendarat di Surabaya dan menjarah Jawa TImur. Maka
pupuslah harapan untuk kembali ke Pondok dan terpisahlah Beliau dengan Kakak
yang masih di Banyuwangi.
Keadaan telah berubah, seluruh kitab yang dimiliki
Beliau tertinggal di Banyuwangi. Tetapi hal tersebut tidak membuat Beliau patah
semangat bahkan sebaliknya, Beliau semakin semangat dalam menuntut ilmu yang
Beliau wujudkan dengan kembali mondok untuk menghafalkan Al Qur’an ke sebuah
Pondok Pesantren di Yogyakarta tepatnya di Pondok Krapyak yang didirikan oleh
Al Maghfurlah KH. Munawwir yang pada saat itu diasuh oleh Al Maghfurlah KH. R
Abdul Qodir Munawwir. Nasehat, tausiah dan irsyad dari Al Maghfurlah KH.R Abdul
Qodir M Beliau ikuti dan patuhi dengan ikhlas dan tekun, sehingga dalam waktu
tiga bulan, Beliau berhasil menghafal tujuh juz setengah dengan hafalan yang
sangat baik. Disaat Beliau sedang menikmati dan melatih keistiqomahan diri
dalam menghafal dan menjaga Al Qur’an, tanpa diduga terdengar berondongan
peluru mitraliur yang menghujani langit Yogyakarta yang disertai dengan
diterjunkannya pasukan Belanda di lapangan terbang Maguo ( kini Adisucipto )
sebagai tanda dimulainya class kedua ( duurstuud ). Hari itu pula Beliau dan
ketujuh orang temannya pulang ke kampung halaman ( Kutoarjo ) dengan berjalan
kaki. Di rumah, Beliau tetap menjaga hafalan Al Qur’an yang telah didapat dan
menambah hafalan walaupun harus ikut serta membantu para gerilyawan.
Setelah Yogayakarta aman kembali ( sekitar enam
bulan ), Beliau kembali ke Krapyak untuk melajutkan tekatnya. Dengan berkat rahmat
dari Allah SWT disertai dengan anugrah keistiqomahan yang Beliau miliki, Beliau
mampu menyelesaikan hafalan dalam 15 bulan dengan hasil yang sangat memuaskan
sehingga wajar saja jika Guru Beliau sangat menyayangi Beliau, bahkan sebagai
puncak dari kasih sayang tersebut, Beliau diamanahi untuk menikahi adik sang
Guru ( Al Maghfurlah KH.R Abdul Qodir Munawwir ) yang bernama Ibu Nyai Hj.
Walidah Munawwir ( putri dari Al Maghfurlah KH Munawwir Pendiri Pondok
Pesantren Krapyak Yogyakarta ).
Pengembaraan beliau tidak berhenti sampai di sini,
setelah mendapat restu dari sang Guru sekaligus Kakak, pada hari ketujuh puluh
dari hari kelahiran putra pertamanya, Beliau berangkat ke Pondok Pesantren
Yanbu’ul Qur'an Kudus untuk mengaji Al Qur’an dengan Qiroah As Sab’ah kepada Al
Maghfurlah KH. Arwani Amin. Pada tahun 1955 M beliau berhasil menyelesaikan
pelajaran dengan baik dan menerima Syahadah/Ijazah khatam mengaji Qiro’ah As
Sab’ah secara hafalan kepada Al Maghfurlah KH. Arwani Amin Kudus.
Setelah selesai belajar di Kudus, Beliau memutuskan
untuk kembali ke Kutoarjo untuk mengajarkan ilmu yang pernah didapat dan juga
untuk membantu Orang tua yang telah menapaki usia senja. Di sana Beliau membuka
pengajian Al Qur’an dan Madrasah Ibtidaiyah kelas I yang hanya dibantu oleh
seorang tenaga pengajar sekaligus sebagai pengurusnya. Keterbatasan pengajar,
tidaklah menjadi halangan bagi Beliau untuk berjuang dalam menyebarkan ilmu
Agama. Beliau mensiasatinya dengan mengkader semua siswa sehingga siswa-siswi
yang duduk di kelas IV sudah mampu untuk mengajar adik-adik kelas satu dan dua.
KH.R Abdul Qodir Munawwir pemegang tampuk
kepemimpinan Pondok Krapyak wafat, yang kemudian digantikan oleh KH.R Abdullah
Affandi Munawwir . Pada saat itulah Beliau ( KH. Nawawi Abdul Aziz ) dipanggil
untuk membantu mengajarkan Al Qur’an di Pondok Pesantren Krapyak, Bersama
dengan Al Maghfurlah KH. Mufid Mas’ud ( Pengasuh Pondok Pesantren Sunan
Pandanaran ) dan Al Maghfurlah KH. Ali Ma’sum. Pembagian tugas dilakukan oleh
KH.R Abdullah Affandi Munawwir sebagai pengasuh utama, KH. Ali Ma’sum
bertanggungjawab atas pengajaran kitab sedangkan Beliau dan KH. Mufid Mas’ud
memegang pengajaran Al Qur’an.
Setelah dua tahun tinggal di Krapyak, timbullah
keinginan untuk pindah ke Dusun Ngrukem guna lebih dekat dari tempat Beliau
berkerja sebagai Ketua Hakim Pengadilan Agama Bantul dan juga didorong oleh
keinginan untuk mendirikan Pondok Pesantren sendiri, dan berkat Ridlo dari
Allah SWT, beliau mampu mewujudka cita-cita Beliau untuk membangun Pondok
Pesantren yang sampai saat ini masih eksis berdiri. Sekarang umur beliau telah
mencapai 83 tahun dan telah dikaruniai 11 putra/putri dan 49 cucu serta 1
buyut, walaupun demikian Allah SWT masih meberikan nikmat sehat yang begitu
besar sehingga di usianya yang senja Beliau masih kuat dalam membimbing sekitar
700 santri untuk mencapai derajat yang mulia secara langsung. Allahumma thowwil
‘umrohu wa shohhih jasadahu linantafi’a bi’ulumihi wa hikamihi. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar