KH.
Marzuki Dahlan lahir pada tahun 1906, di Desa Banjarmlati sebuah desa kecil
di tepi sungai brantas Kota Kediri, beliau putra bungsu dari empat
bersaudara, dari pasangan KH. Dahlan dan Nyai Artimah. Dibawah pengawasan
langsung kakeknya KH. Sholeh Gus Zuqi kecil menerima pengajaran dasar-dasar
islam seperti aqidah dan fiqh ubudiyah, tatkala menginjak usia remaja,
|
ayahnya Kyai Dahlan meminta agar Gus
Zuqi kembali ke kampung halamannya Pondok Pesantren Jampes, untuk menuntut ilmu
dibawah asuhan ayah kandungnya sendiri, Gus Zuqi bersedia namun beberapa saat
kemudian Gus Zuqi justru kembali ke Banjarmlati untuk menuntut ilmu disana,
ketika Gus Zuqi beranjak muda, beliau pindah menuntut ilmu Di Lirboyo dibawah
asuhan pamannya KH. Abdul Karim. Disinilah kemampuan berpikir Gus Zuqi semakin
terasah, sehingga dalam waktu yang singkat beliau dapat memperoleh ilmu,
dibawah pengawasan langsung KH. Abdul Karim. Usai menuntut ilmu di Lirboyo, Gus
Zuqi meneruskan pengembaraannya di pelbagai Pondok Pesantren diantaranya Pondok
Pesantren Tebu Ireng asuhan Hadlratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, Pondok
Pesantren Mojosari Nganjuk, Pondok Pesantren Bendo Pare asuhan Kyai Khozin,
cukup lama beliau mondok di Pare hingga beliau berumur 20-an tahun, selanjutnya
beliau kembali ke kampung halamannya Jampes untuk belajar langsung ke kakaknya
yakni KH. Ihsan Al-Jampasy, pengarang kitab Monumental Shirojut Tholibin dan
sosok yang menguasai bidang Tashawuf.
Pada tahun 1936, KH. Marzuqi Dahlan
menikah dengan Nyai Maryam binti KH Abdul Karim, namun meski telah menikah,
semangat beliau dalam mengaji tidak pernah luntur sedikitpun, hal ini merupakan
salah satu amanat yang telah disampaikan oleh KH Abdul karim pada KH. Marzuqi
Dahlan sesaat usai aqad nikah berlangsung, sehingga himmah beliau untuk terus
mendidik santri terus terjaga dan sangat istiqomah. Hingga pada tahun 1961
tahun Nyai Maryam berpulang ke Rahmatullah, meninggalkan beliau untuk selama-lamannya.
Namun untuk menghapus kedukaan yang berlarut-larut, akhirnya keluarga
menikahkan KH. Marzuqi Dahlan dengan Nyai Qomariyah yang tak lain adalah adik
bungsu Nyai Maryam. Sosok KH. Marzuqi Dahlan adalah sosok sederhana dan sangat
bersahaja hal ini terbukti dari penampilan beliau sehari-hari yang jauh dari
kesan mewan dan elegan, padahal pada saat itu beliau sudah menjadi pengasuh
Pondok Pesantren Lirboyo, hari-hari beliau hanyalah ditemani sepeda onthel
usang sebagai pengantar ketika berziarah kemaqam Auila’ disekitar Kediri, bukan
hanya kendaraan kediaman beliaupun terbilang sangat sederhana, yakni
berdindingkan anyaman bambu, hingga pada tahun 1942 barulah keiaman beliau
beganti dengan tembok.
Pada Tahun 1973 M. KH. Marzuqi Dahlan
menunaikan Ibadah haji, dua tahun usai menunaikan ibadah haji, kondisi beliau
mulai terganggu, hal ini bisa dimaklumi karena usia beliau yang sudah sepuh,
namun meski demikian semangat beliau untuk memimipin Pesanten Lirboyo tetap
terjaga, hingga pada bulan syawal pada tahun 1975, beliau jatuh sakit sehingga
harus dirawat di RS. Bayangkara kediri hingga 2 minggu lamanya beliau harus
dirawat. Karena tidak ada perubahan yang menggembirakan, akhirnya keluarga
memutuskan untuk membawa pulang KH. Marzuqi Dahlan ke kediaman beliau, hingga
pada hari Senin Tanggal 18 Nopember 1975 beliau dipanggil sang pencipta,
dihadapan keluarga dan para santri yang sangat mencintainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar