Riwayat
Hidup
KH.
Bisri Musthofa merupakan satu di antara sedikit ulama Islam Indonesia yang
memiliki karya besar. Beliaulah sang pengarang kitab tafsir al-Ibriz li
Ma’rifah Tafsir al-Qur’an al-‘Aziz. Kitab tafsir ini selesai beliau tulis
pada tahun 1960 dengan jumlah halaman setebal 2270 yang terbagi ke dalam tiga
jilid besar. Masih banyak karya-karya lain yang dihasilkan KH. Bisri
Musthofa, dan tidak hanya mencakup bidang tafsir saja tetapi juga
bidang-bidang yang lain seperti tauhid, fiqh, tasawuf, hadits, tata bahasa
Arab, sastra Arab, dan lain-lain.
|
Selain itu, KH. Bisri Musthofa juga dikenal sebagai
seorang orator atau ahli pidato. Beliau, menurut KH. Saifuddin Zuhri, mampu
mengutarakan hal-hal yang sebenarnya sulit sehingga menjadi begitu gamblang,
mudah diterima semua kalangan baik orang kota maupun desa. Hal-hal yang berat
menjadi begitu ringan, sesuatu yang membosankan menjadi mengasyikkan, sesuatu
yang kelihatannya sepele menjadi amat penting, berbagai kritiknya sangat tajam,
meluncur begitu saja dengan lancar dan menyegarkan, serta pihak yang terkena
kritik tidak marah karena disampaikan secara sopan dan menyenangkan (KH.
Saifuddin Zuhri : 1983, 27).
KH. Bisri Musthofa dilahirkan di desa Pesawahan,
Rembang, Jawa Tengah, pada tahun 1915 dengan nama asli Masyhadi. Nama Bisri ia
pilih sendiri sepulang dari menunaikan ibadha haji di kota suci Mekah. Beliau
adalah putra pertama dari empat bersaudara pasangan H. Zaenal Musthofa dengan
isteri keduanya yang bernama Hj. Khatijah. Tidak diketahui jelas silsilah kedua
orangtua KH. Bisri Musthofa ini, kecuali catatan KH. Bisri Musthofa yang
menyatakan bahwa kedua orangtuanya tersebut sama-sama cucu dari Mbah Syuro,
seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai tokoh kharismatik di Kecamatan Sarang.
Namun, sayang sekali, mengenai Mbah Syuro ini pun tidak ada informasi yang
pasti dari mana asal usulnya (KH. Bisri Musthofa: 1977, 1).
Di usianya yang keduapuluh, KH. Bisri Musthofa
dinikahkan oleh gurunya yang bernama Kiai Cholil dari Kasingan (tetangga desa
Pesawahan) dengan seorang gadis bernama Ma’rufah (saat itu usianya 10 tahun),
yang tidak lain adalah puteri Kiai Cholil sendiri. Belakangan diketahui, inilah
alasan Kiai Cholil tidak memberikan izin kepada KH. Bisri Musthofa untuk
melanjutkan studi ke pesantren Termas yang waktu itu diasuh oleh K. Dimyati.
Dari perkawinannya inilah, KH. Bisri Musthofa dianugerahi delapan anak, yaitu
Cholil, Musthofa, Adieb, Faridah, Najihah, Labib, Nihayah dan Atikah. Cholil (KH.
Cholil Bisri) dan Musthofa (KH. Musthofa Bisri) merupakan dua putera KH. Bisri
Musthofa yang saat ini paling dikenal masyarakat sebagai penerus kepemimpinan
pesantren yang dimilikinya. KH. Bisri Musthofa wafat pada tanggal 16 Februari
1977 (KH. Bisri Musthofa: 1977, 15).
Pendidikan
KH. Bisri Musthofa lahir dalam lingkungan pesantren,
karena memang ayahnya seorang kiai. Sejak umur tujuh tahun, beliau belajar di
sekolah Jawa “Angka Loro” di Rembang. Di sekolah ini, KH. Bisri Musthofa tidak
sampai selesai karena ketika hampir naik kelas dua beliau terpaksa meninggalkan
sekolah, tepatnya diajak oleh orangtuanya menunaikan ibadah haji di Mekah.
Rupanya, inilah masa di mana beliau harus merasakan kesedihan mendalam karena
dalam perjalanan pulang di pelabuhan Jedah, ayahnya yang tercinta wafat setelah
sebelumnya menderita sakit di sepanjang pelaksanaan ibadah haji (KH. Saifuddin
Zuhri : 1983, 24).
Sepulang dari tanah suci, KH. Bisri Musthofa sekolah
di Holland Indische School (HIS) di Rembang. Tak lama kemudian ia dipaksa
keluar oleh Kiai Cholil (guru di pondok dan belakangan jadi mertua) dengan
alasan sekolah tersebut milik Belanda dan kembali lagi ke sekolah “Angka Loro”
sampai mendapatkan serifikat dengan masa pendidikan empat tahun. Pada usia 10
tahun (tepatnya pada tahun 1925), KH. Bisri Musthofa melanjutkan pendidikannya
ke pesantren Kajen, Rembang. Pada tahun 1930, KH. Bisri Musthofa belajar di
pesantren Kasingan pimpinan Kiai Cholil (KH. Bisri Musthofa: 1977, 8-9).
Setahun setelah dinikahkan oleh Kiai Cholil dengan
putrinya yang bernama Marfu’ah itu, KH. Bisri Musthofa berangkat lagi ke Mekah
untuk menunaikan ibadah haji bersama-sama dengan beberapa anggota keluarga dari
Rembang. Namun, seusai haji, KH. Bisri Musthofa tidak pulang ke tanah air,
melainkan memilih bermukim di Mekah dengan tujuan menuntut ilmu di sana.
Di Mekah, pendidikan yang dijalani KH. Bisri
Musthofa bersifat non-formal. Beliau belajar dari satu guru ke guru lain secara
langsung dan privat. Di antara guru-guru beliau terdapat ulama-ulama asal
Indonesia yang telah lama mukim di Mekah. Secara keseluruhan, guru-guru beliau
di Mekah adalah: (1) Syeikh Baqir, asal Yogyakarta. Kepada beliau, KH. Bisri
Musthofa belajar kitab Lubbil Ushul, ‘Umdatul Abrar, Tafsir al-Kasysyaf; (2)
Syeikh Umar Hamdan al-Maghriby. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar kitab
hadits Shahih Bukhari dan Muslim; (3) Syeikh Ali Maliki. Kepada beliau, KH.
Bisri Musthofa belajar kitab al-Asybah wa al-Nadha’ir dan al-Aqwaal al-Sunnan
al-Sittah; (4) Sayid Amin. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar kitab Ibnu
‘Aqil; (5) Syeikh Hassan Massath. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar
kitab Minhaj Dzawin Nadhar; (6) Sayid Alwi. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa
belajar tafsir al-Qur’an al-Jalalain; (7) KH. Abdullah Muhaimin. Kepada beliau,
KH. Bisri Musthofa belajar kitab Jam’ul Jawami’ (KH. Bisri Musthofa: 1977, 18).
Dua tahun lebih KH. Bisri Musthofa menuntut ilmu di
Mekah. KH. Bisri Musthofa pulang ke Kasingan tepatnya pada tahun 1938 atas
permintaan mertuanya.
Setahun kemudian, mertuanya (Kiai Kholil) meninggal
dunia. Sejak itulah KH. Bisri Mustofa menggantikan
posisi guru dan mertuanya
itu sebagai pemimpin pesantren.
Dalam mengajar para santrinya, beliau melanjutkan
sistem yang dipergunakan kiai-kiai sebelumnya yaitu menggunakan sistem balah
(bagian) menurut bidangnya masing-masing. Beberapa kitab yang diajarkan
langsung kepada para santrinya adalah Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Alfiyah
Ibn Malik, Fath al-Mu’in, Jam’ul Jawami’, Tafsir al-Qur’an, Jurumiyah, Matan
‘Imrithi, Nadham Maqshud, ‘Uqudil Juman, dan lain-lain.
Di samping kegiatan mengajar di pesantren, beliau
juga aktif pula mengisi ceramah-ceramah (pengajian) keagamaan. Penampilannya di
atas mimbar amat mempesona para hadirin yang ikut mendengarkan ceramahnya sehingga
beliau sering diundang untuk mengisi ceramah dalam berbagai kesempatan di luar
daerah Rembang, seperti Kudus, Demak, Lasem, Kendal, Pati, Pekalongan, Blora
dan daerah-daerah lain di Jawa tengah.
KH. Bisri Musthofa memiliki banyak murid. Di antara
murid-muridnya yang menonjol adalah KH. Saefullah (pengasuh sebuah pesantren di
Cilacap Jawa Tengah), KH. Muhammad Anshari (Surabaya), KH. Wildan Abdul Hamid
(pengasuh sebuah pesantren di Kendal), KH. Basrul Khafi, KH. Jauhar, Drs. Umar
Faruq SH, Drs. Ali Anwar (Dosen IAIN Jakarta), Drs. Fathul Qorib (Dosen IAIN
Medan), H. Rayani (Pengasuh Pesantren al-Falah Bogor), dan lain-lain.
Karya-Karya
Jumlah tulisan-tulisan beliau yang ditinggalkan
mencapai lebih kurang 54 buah judul, meliputi: tafsir, hadits, aqidah, fiqh,
sejarah nabi, balaghah, nahwu, sharf, kisah-kisah, syi’iran, do’a, tuntunan
modin, naskah sandiwara, khutbah-khutbah, dan lain-lain. Karya-karya tersebut
dicetak oleh beberapa perusahaan percetakan yang biasa mencetak buku-buku
pelajaran santri atau kitab kuning, di antaranya percetakan Salim Nabhan
Surabaya, Progressif Surabaya, Toha Putera Semarang, Raja Murah Pekalongan,
Al-Ma’arif Bandung dan yang terbanyak dicetak oleh Percetakan Menara Kudus.
Karyanya yang paling monumental adalah Tafsir al-Ibriz (3 jilid), di samping
kitab Sulamul Afham (4 jilid).
Karya-karya KH. Bisri Musthofa jika diklasifikasikan
berdasarkan bidang keilmuan adalah sebagai berikut:
A.
Bidang Tafsir
Selain tafsir al-Ibriz, KH. Bisri Musthofa juga
menyusun kitab Tafisr Surat Yasin. Tafsir ini bersifat sangat singkat dapat
digunakan para santri serta para da’I di pedasaan. Termasuk karya beliau dalam
bidang tafsir ini adalah kitab al-Iksier yang berarti “Pengantar Ilmu Tafsir”
ditulis sengaja untuk para santri yang sedang mempelajari ilmu tafsir.
B.
Hadits
1. Sulamul Afham, terdiri atas 4 jidil, berupa
terjamah dan penjelasan. Di dalamnya memuat hadits-hadits hukum syara’ secara
lengkap dengan keterangan yang sederhana.
2. al-Azwad al-Musthofawiyah, berisi tafsiran Hadits
Arba’in an-Nawaiy untuk para santri pada tingkatan Tsanawiyah.
3. al-Mandhomatul Baiquny, berisi ilmu Musthalah
al-Hadits yang berbentuk nadham yang diberi nama.
C.
Aqidah
1. Rawihatul Aqwam
2. Durarul Bayan
Keduanya merupakan karya terjemahan kitab
tauhid/aqidah yang dipelajari oleh para santri pada tingkat pemula (dasar) dan
berisi aliran Ahlussunnah wal Jama’ah. Karyanya di bidang aqidah ini terutama
ditujukan untuk pendidikan tauhid bagi orang yang sedang belajar pad atingkat
pemula.
D.
Syari’ah
1. Sullamul Afham li Ma’rifati al-Adillatil Ahkam fi
Bulughil Maram.
2. Qawa’id Bahiyah, Tuntunan Shalat dan Manasik
Haji.
3. Islam dan Shalat.
E.
Akhlak/Tasawuf
1. Washaya al-Abaa’ lil Abna
2. Syi’ir Ngudi Susilo
3. Mitra Sejati
4. Qashidah al-Ta’liqatul Mufidah (syarah dari
Qashidah al-Munfarijah karya Syeikh Yusuf al-Tauziri dari Tunisia)
F.
Ilmu Bahasa Arab
1. Jurumiyah
2. Nadham ‘Imrithi
3. Alfiyah ibn Malik
4. Nadham al-Maqshud.
5. Syarah Jauhar Maknun
G.
Ilmu Mantiq/Logika
Tarjamah Sullamul Munawwaraq, memuat dasar-dasar
berpikir yang sekarang lebih dikenal dengan ilmu Mantiq atau logika. Isinya
sangat sederhana tetapi sangat jelas dan praktis. Mudah dipahami, banyak
contoh-contoh yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
H.
Sejarah
1. An-Nibrasy
2. Tarikhul Anbiya
3. Tarikhul Awliya.
I.
Bidang-bidang Lain
Buku tuntunan bagi para modin berjudul Imamuddien,
bukunya Tiryaqul Aghyar merupakan terjemahan dari Qashidah Burdatul Mukhtar.
Kitab kumpulan do’a yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari berjudul al-Haqibah
(dua jilid). Buku kumpulan khutbah al-Idhamatul Jumu’iyyah (enam jilid), Islam
dan Keluarga Berencana, buku cerita humor Kasykul (tiga jilid), Syi’ir-syi’ir,
Naskah Sandiwara, Metode Berpidato, dan lain-lain.
Pemikiran
Tidak dapat dipungkiri, di dalam lingkungan kaum
muslimin ada dua kecenderungan, yaitu kelompok tekstual-skripturalistik dan
kelompok rasional. Kelompok tekstualis selalu menjadikan ayat al-Qur’an dan
Hadits apa adanya sebagai dasar argumen, berpikir, dan bersikap. Sementara
kelompok rasionalis selalu memberikan interpretasi rasional terhadap teks-teks
keagamaan berdasarkan kemampuan akalnya.
KH. Bisri Musthofa tidak termasuk di antara kedua
kelompok di atas. KH. Bisri Musthofa lebih cenderung berada di tengah-tengah
antara tekstual-skripturalis dan rasionalis. Sebagaimana terlihat jelas dalam
kitab tafsirnya, al-Ibruz, KH. Bisri Musthofa selalu memberikan tafsiran
terhadap ayat-ayat mutasyabihat dengan mengambil beberapa pendapat para
mufassir disertai dengan argumen-argumen yang beliau berikan sendiri. Dalam
kitab tafsirnya itu tidak sedikit ditemukan uraian-uraian yang menyangkut ilmu
sosial, logika, ilmu pengetahuan alam dan sebagainya.
Di bidang akhlak, KH. Bisri Musthofa termasuk orang
yang sangat memprihatinkan kondisi kemorosotan moral generasi muda. Lewat
karya-karyanya di bidang akhlak itulah KH. Bisri Musthofa menyampaikan
nasihat-nasihatnya kepada generasi muda. Dalam kitab berbahasa Jawa Washoya
Abaa li al-Abna, misalnya, beliau memberikan tuntunan-tuntunan seperti sikap
taat dan patuh kepada orangtua, kerapihan, kebersihan, kesehatan, hidup hemat,
larangan menyiksa binatang, bercita-cita luhur dan nasihat-nasihat baik
lainnya. Sementara dalam karya yang berbentuk syair Jawa, yaitu kitab Ngudi
Susila dan Mitra Sejati, KH. Bisri Musthofa menekankan sikap humanisme,
kemandirian, rajin menuntut ilmu dan lain-lain.
Sedangkan pemikiran KH. Bisri Musthofa dalam bidang
fiqh terlihat dalam pemikirannya mengenai Keluarga Berencana (KB). Menurutnya,
manusia dalam berkeluarga diperbolehkan berikhtiar merencanakan masa depan
keluarganya sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Dalam pandangan KH.
Bisri Musthofa, Keluarga Berencana diperbolehkan bila disertai dengan alasan
yang pokok, yaitu untuk menjaga kesehatan ibu dan anak, dan meningkatkan
pendidikan sang anak.
Karir
Politik dan Perjuangan
KH. Bisri Musthofa hidup dalam tiga zaman, yaitu
zaman penjajahan, zaman pemerintahan Soekarno, dan masa Orde Baru. Pada zaman
penjajahan, ia duduk sebagai ketua Nahdlatul Ulama dan ketua Hizbullah Cabang
Rembang. Kemudian, setelah Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) dibubarkan
Jepang, ia diangkat menjadi ketua Masyumi Cabang Rembang –ketua Masyumi pusat
waktu itu adalah KH. Hasyim Asy’ari dan wakilnya Ki Bagus Hadikusumo (Saifullah
Ma’shum : 1994, 332). Masa-masa menjelang kemerdekaan, KH. Bisri Musthofa
mendapat tugas dari PETA (Pembela Tanah Air). Beliau juga pernah menjabat
sebagai kepala Kantor Urusan Agama dan ketua Pengadilan Agama Rembang.
Menjelang kampanye Pemilu 1955, jabatan tersebut ditinggalkan, dan mulai aktif
di partai NU. Dalam hal ini beliau menyatakan : “tenaga saya hanya untuk partai
NU… dan di samping itu menulis buku”.
Pada zaman pemerintahan Soekarno, KH. Bisri Musthofa
duduk sebagai anggota konstituane, anggota MPRS dan Pembantu Menteri Penghubung
Ulama. Sebagai anggota MPRS, ia ikut terlibat dalam pengangkatan Letjen
Soeharto sebagai Presiden, menggantikan Soekarno dan memimpin do’a waktu
pelantikan (Saifullah Ma’shum : 1994, 332).
Pada masa Orde Baru, KH. Bisri Musthofa pernah
menjadi anggota DPRD I Jawa Tengah hasil Pemilu 1971 dari Fraksi NU dan anggota
MPR dari Utusan Daerah Golongan Ulama. Pada tahun 1977, ketika partai Islam
berfusi menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), beliau menjadi anggota
Majelis Syura PPP Pusat. Secara bersamaan, beliau juga duduk sebagai Syuriyah
NU wilayah Jawa Tengah (Saifullah Ma’shum : 1994, 333).
Menjelang Pemilu 1977, KH. Bisri Musthofa terdaftar
sebagai calon nomor satu anggota DPR Pusat dari PPP untuk daerah pemilihan Jawa
Tengah. Namun sayang sekali, Pemilu 1977 berlangsung tanpa kehadiran KH. Bisri
Musthofa. Beliau meninggal dunia seminggu sebelum masa kampanye 24 Februari
1977. Duduknya KH. Bisri Musthofa sebagai calon utama anggota DPR tersebut
memang memberikan bobot tersendiri bagi perolehan suara PPP. Itulah sebabnya,
wafatnya beliau dirasakan sebagai suatu musibah yang berat bagi warga PPP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar