A.
Kehidupan KH Achmad Shiddiq
KH.
Achmad Shiddiq yang nama kecilnya Achmad Muhammad Hasan, lahir di Jember pada
hari Ahad Legi 10 Rajab 1344 (tanggal 24 Januari 1926). Beliau adalah putra
bungsu Kyai Shiddiq dari lbu Nyai H. Zaqiah (Nyai Maryam) binti KH. Yusuf.
Achmad
ditinggal abahnya dalam usia 8 tahun. Dan sebelumnya pada usia 4 tahun,
Achmad sudah ditinggal ibu kandungnya yang wafat ditengah perjalanan di laut,
ketika pulang dari menunaikan ibadah haji. Jadi, sejak usia anak-anak, Kyai
Achmad sudah yatim piatu. Karena itu, Kyai Mahfudz Shiddiq kebagian tugas
mengasuh Achmad, sedangkan Kyai Halim Shiddiq mengasuh Abdullah yang masih
berumur 10 tahun. Ada yang menduga, bahwa bila Achmad terkesan banyak
mewarisi sifat dan gaya berfikir kakaknya (Kyai Mahfudz Shiddiq).
|
Kyai Achmad memiliki watak sabar, tenang dan sangat
cerdas. Wawasan berfilkirmya amat luas baik dalam ilmu agama maupun pengetahuan
umum.
Kyai Achmad belajar mengajinya mula-mula kepada
Abahnya sendiri, Kyai Shiddiq. Kyai Shiddiq sebagaimana uraian-uraian
sebelumnya, dalam mendidik terkenal sangat ketat (strength) terutama dalam hal
sholat. Beliau wajibkan semua putra-putranya sholat berjama’ah 5 waktu. Selain
mengaji pada abahnya, Kyai Achmad juga banyak menimba ilmu dari Kyai Machfudz,
banyak kitab kuning yang diajarkan oleh kakaknya,
Sebagaimana lazimnya putra kyai, lebih suka bila
anaknya dikirim untuk ngaji pada kyai-kyai lain yang masyhur kemampuannya. Kyai
Mahfudz pun mengirim Kyai Achmad menimba ilmu di Tebuireng. Semasa di Tebuireng,
Kyai Hasyim melihat potensi kecerdasan pada Achmad, sehingga, kamarnya pun
dikhususkan oleh Kyai Hasyim. Achmad dan beberapa putra-putra kyai dikumpulkan
dalam satu. kamar. Pertimbangan tersebut bisa dimaklumi, karena para putra kyai
(dipanggil Gus atau lora atau Non) adalah putra mahkota yang akan meneruskan
pengabdian ayahnya di pesantren, sehingga pengawasan, pengajaran dan
pembinaannyapun cenderung dilakukan secara, khusus/lain dari santri urnumnya.
Pribadinya yang tenang itu. menjadikan Kyai Achmad
disegani oleh teman-temannya. Gaya bicaranya yang khas dan memikat sehingga
dalam setiap khitobah, banyak santri yang mengaguminya. Selain itu, Kyai Achmad
juga seorang kutu buku/ kutu kitab (senang baca). Di pondok Tebuireng itu pula,
Kyai Achmad berkawan dengan Kyai Muchith Muzadi. Yang kemudian hari menjadi
mitra diskusinva dalam merumuskan konsep-konsep strategis, khususnya menyangkut
ke-NU-an, seperti buku Khittah Nandliyah, Fikroh Nandliyah, dan sebagainya.
Kecerdasan dan kepiawaiannya berpidato, menjadikan
Kyai Achmad sangat dekat hubungannya dengan Kyai Wahid Hasyim.
Kyai Wahid telah membinbing Kyai Achmad dalam
Madrasah Nidzomiyah. Perhatian Gus Wahid pada. Achmad sangat besar. Gus Wahid
juga mengajar ketrampilan mengetik dan membimbing pembuatan konsep-konsep.
Bahkan ketika Kyai Wahid Hasyim memegang jabatan
ketua. MIAI, ketua NU dan Menteri Agama, Kyai Achmad juga yang dipercaya
sebagai sekretaris pribadinya. Bagi Kyai Achmad Shiddiq, tidak hanya ilmu KH.
Hasyim Asy’ari yang diterima, tetapi juga ilmu dan bimbingan Kyai Wachid Hasyim
direnungkannya secara mendalam. Suatu pengalaman yang sangat langka, bagi
seorang santri.
B.
Ketokohan Kyai Achmad
Ketokohan Kyai Achmad terbaca masyarakat sejak
menyelesaikan belajar di pondok di Tebuireng, Kyai Achmad Shiddiq muda mulai
aktiv di GPII (Gabungan Pemuda Islam Indonesia) Jember. Karirnya di GPII
melejit sampai di kepengurusan tingkat Jawa Timur, dan pada Pemilu 1955, Kyai
Achmad terpilih sebagai anggota DPR Daerah sementara di Jember.
Perjuangan Kyai Achmad dalam mempertahankan
kemerdekaan ‘45 dimulai dengan jabatannya sebagai Badan Executive Pemerintah
Jember, bersama A Latif Pane (PNI), P. Siahaan. (PBI) dan Nazarudin Lathif
(Masyumi). Pada saat itu, bupati dijabat oleh “Soedarman, Patihnya R Soenarto
dan Noto Hadinegoro sebagai sekretaris Bupati.
Selain itu, Kyai Achmad juga berjuang di pasukan
Mujahidin (PPPR) pada tahun 1947. Saat itu Belanda. melakukan Agresi Militer
yang pertama. Belanda merasa kesulitan membasmi PPPR, karena anggotanya adalah
para Kyai. Agresi tersebut kemudian menimbulkan kecaman internasional terhadap
Belanda sehingga muncullah Perundingan Renville. Renville memutuskan sebagai
berikut:
1. Mengakui daerah-daerah berdasar perjanjian
Linggarjati
2. Ditambah daerah-daerah yang diduduki Belanda
lewat Agresi harus diakui Indonesia.
Sebagai konsekwensinya perjanjian Renville, maka
pejuang-pejuang di daerah kantong (termasuk Jember) harus hijrah. Para pejuang
dari Jember kebanyakan mengungsi ke Tulung Agung. Di sanalah Kyai Achmad mempersiapkan
pelarian bagi para pejuang yang mengungsi tersebut.
Pengabdiannya di pemerintahan dimulai sebagai kepala
KUA (Kantor Urusan Agama) di Situbondo. Saat itu di departemen Agama dikuasai
oleh tokoh-tokoh NU. Menteri Agama adalah KH. Wahid Hasyim (NU). Dan karirnya
di pemerintahan melonjak cepat. Dalam waktu singkat, Kyai Achmad Shiddiq
menjabat sebagai kepala, kantor Wilayah Departemen Agama di Jawa Timur.
Di NU sendiri, karir Kyai Achmad bermula di Jember.
Tak berapa lama, Kyai Achmad sudah aktif di kepengurusan tingkat wilayah Jawa
Timur, sehingga di NU saat itu ada 2 bani Shiddiq yaitu: Kyai Achmad dan Kyai
Abdullah (kakaknya). Bahkan pada Konferensi NU wilayah berikutnya, pasangan
kakak beradik tersebut dikesankan saling bersaaing dan selanjutnya Kyai Achmad
Shiddiq muncul sebagai ketua wilayah NU Jawa Timur
Tetapi Kyai Achmad merasa tidak puas dengan
kiprahnya selama ini. Panggilan suci untuk mengasuh pesantren (tinggalan Kyai
Shiddiq) menuntut kedua Shiddiq tersebut mengadakan komitmen bersama. Keputusannya
adalah Kyai Abdullah Shiddiq lebih menekuni pengabdian di NU Jawa Timur,
sedangkan Kyai Achmad Shiddiq mengasuh pondok pesantrennya,
Kyai Achmad Shiddiq termasuk ulama yang berpandangan
moderat dan unik sebagai tokoh NU dan kyai, ia tidak hanya alim tetapi juga
memiliki apresiasi seni yang mengagumkan. Beliau tidak hanya menyukai suara
Ummi Kultsum, bahkan juga suka suara musik Rock seperti dilantunkan Michael
Jackson. “Manusia itu memiliki rasa keindahan, dan seni sebagai salah-satu
jenis kegiatan manusia tidak dapat dilepaskan dari pengaturan dan penilaian
agama (Islam). Oleh karena itu, apresiasi seni hendaknya ditingkatkan mutunya.
“Apresiasi seni itu harus diutamakan mutu dari seni yang hanya mengandung
keindahan menuju seni yang mengandung kesempurnaan, lalu menuju seni yang
mengandung keagungan.Selanjutn ya Kyai Achmad memberikan penjelasan sebagai
berikut, Seni itu sebaiknya :
1. Ada seni yang diutamakan seperti sastra dan
kaligrafi.
2. Ada seni yang dianjurkan seperti irama lagu dan
seni suara.
3. Ada seni yang dibatasi seperti seni tari.
4. Ada seni yang dihindari seperti pemahatan patung
dan seni yang merangsang nafsu
Dalam memberikan nama untuk anak-anak-nya, Kyai
Achmad senantiasa mengkaitkan calon nama yang bernuansa seni dengan pengabdian
atau peristiwa-penstiwa penting. Seperti kelahiran putranya yang lahir
bersamaan dengan karimya sebagai anggota DPR Gotong-Royong, yaitu Mohammad
Balya Firjaun Barlaman, demikian juga Ken Ismi Asiati Afrik Rozana, lahir
bertepatan dengan konferensi Asia Afrika.
Kyai Achmad menikah dengan Nyai H. Sholihah binti
Kyai Mujib pada tanggal 23 Juni 1947, dan dikaruniai 5 orang anak, yaitu:
1. KH. Mohammad Farid Wajdi (Jember)
2. Drs. H. Mohammad Rafiq Azmi (Jember)
3. Hj. Fatati Nuriana (istri Mohammad Jufri Pegawai
PEMDA Jember).
4. Mohammad Anis Fuaidi (wafat kecil), clan
5. KH. Farich Fauzi (pengasuh pondok pesantren
Al-Ishlah Kediri).
Nyai Sholihah tidak berumur panjang, Allah
memanggilnya ketika putra-putrinya masih kecil. Sehingga keempat anaknya itu di
asuh oleh Nyai Hj. Nihayah (adik kandung ketiga Nyai Sholihah). Melihat eratnya
hubungan anak-anak dengan bibinya, maka Nyai Zulaikho (kakaknya) kemudian
mendesak Kyai Achmad agar melamar Nihayah. Dan Kyai Mujib pun menerima lamaran
tersebut. Pernikahan Kyai Achmad Shiddiq dengan Nyai Hj. Nihayah binti KH.
Mujib (Tulung Agung) memnpunyai 8 orang putra, yaitu:
1. Asni Furaidah (isteri Zainal Arifin, SE.)
2. Drs. H. Moh. Robith Hasymi (Jember).
3. Ir. H. Mohammad Syakib Sidqi (Dosen di Sumatra
Barat)
4. H. Mohammad Hisyarn Rifqi (suami Tahta Alfina
Pagelaran, Kediri).
5. Ken Ismi Asiati Afrik Rozana, BA (istri Drs.
Nurfaqih, guru SMA Jember).
6. Dra. Nida, Dusturia (istri Tijani Robert Syaifun
Nuwas bin Kyai Hamim Jazuli).
7. H. Mohammad Balya Firjaun Barlaman (pengasuh PP.
Al Falah Ploso Kediri).
8. Mohammad Muslim Mahdi (wafat kecil)
Aktivitas pengajian Kyai Achmad mendapatkan sambutan
hangat di masyarakat. Pesan-pesan agama disampaikannya dengan bahasa dan logika
yang sederhana sehingga mudah dicerna. semua kalangan. Pengajian-pengajian nya
dikemas secara khusus, seperti yang peruntukkan untuk masyarakat umum (kalangan
awam) pada setiap malam senin sudah dirintisnya sejak tahun 1970-an dan tetap
berlangsung hingga sekarang, Pengajian setiap malam Selasa, yang diperuntukkan
bagi kalangan intelektual, sarjana, dosen dan tokoh-tokoh masyarakat membahas
secara, kontemporer dan apresiatif kitab Ihya Ulumiddin karangan Imam Ghozali.
Pengajian-pengajian Kyai Achmad banyak bernuansa
Tasawwuf. Ada 3 unsur utarna dari tasawwuf yang dapat menuntun seseorang untuk
bertasawwuf dari tingkat rendah menuju peningkatan diri secara bertahap, yaitu:
1. Al Istiqomah: yang berarti; tekun, telaten,
terus-menerus tidak bosan-bosan mengamalkan apa saja yang dapat diamalkan
Mungkin baca Yasin tiap malam Jum’at, mungkin baca Istighfar sekian kali dalam
setiap malam, dan sebagainya.
2. Az Zuhd: yang berarti terlepas dari
ketergantungan hati /batin dengan harta benda kekuasaan, kesenangan, dan
sebagainya, yang ada, di tangannya sendiri, apalagi yang ada di tangan orang
lain. Tidak tergantung berbeda dengan tidak memiliki, berbeda, dengan tidak
punya. Seorang “Zahid” bisa saja kaya, tetapi hatinya tidak tergantung pada
kekayaannya. Barang siapa yang tidak berputus asa karena sesuatu yang terlepas
dari tangannya dan tidak bergembira, (melewati batas) dengan sesuatu yang
diterimanya dari Allah maka dia sudah mendapatkan zuhud pada, kedua belah
ujungnya.
3. Al Faqir: artinya, selalu menyadari kebutuhan
diri kepada Allah. Kesadaran yang mendalam dan terus-menerus, tentang “dirinya
membutuhkan Allah” tidak selalu ada pada setiap orang. Pada suatu saat
kesadarannya, akan tinggi tetapi saat lain kesadarannya menurun.
C.
Dzikrul Ghofilin
Pengajian malam Senin tersebut itu dinamakan “Majlis
Dzikrul Ghofilin” yang artinya, majlis dzikirnya orang-orang lupa. Maksudnya
orang-orang yang lupa adalah sifat relatif pada manusia yang selalu lupa. (agar
selalu ingat Allah) sehingga perlu selalu diingatkan melalui Dzikir tersebut.
Pada acara-acara tersebut, selain mengamalkan sholat tasbih, dzikir, Kyai
Achmad biasanya mendahului menyampaikan ceramah agamanya.
Majlis Dzikrul Ghafilin yang dirintis pada awal
tahun 1970-an tersebut 20 tahun berikutnya telah dilkuti oleh sekitar 20.000
orang Jamaah yang tersebar diseluruh Jawa, dan selanjutnya Jamaah pada setiap
daerah mengembangkannya lebih lanjut dikawasan masing-masing. Secara historis,
pada tahun 1973 Kyai Achmad mendapat ijazah dari Kyai Hamid untuk membaca
Fatihah 100 kali setiap hari. Selanjutnya. Kyai Achmad mengadakan riyadlah di
PPI. Ashtra beberapa tahun, baru setelah itu bacaan fatihah 100 kali dipadukan
dengan bacaan lain untuk diwiridkan bersama-sama. Kemudian cara mernbacanya
bisa dibagi dan dicicil dengan ketentuan: Subuh 30 kali, Dhuhur 25 kali, Ashar
20 kali, Maghrib 15 kali dan Isya’ 10 kali. Dzikrul Ghafilin paling afdhal jika
dibaca setelah sholat dan dibaca dengan hati yang talus ikhlas. Ada ceritera
menarik antara Kyai Achmad dan Kyai Hamid: “Setiap memasuki tapal batas
Pasuruan, Kyai Achmad selalu mengucapkan salam kepada Kyai Harnid. Ketika
bertemu, Kyai Hamid menyatakan bahwa beliau selalu menjawab salam Kyai Achmad”.
Dzikrul Ghafilin yang namanya diambil dari Al-Qur’an
surat Al-A’raf 172 dan 265 menurut Kyai Achmad adalah wirid biasa, bukan wirid.
thariqat. Jika tariiqat dengan bai’at, kalau tidak menegakkan pasti dosa,
sedang dzikrul ghafilin adalah dengan ijazah. Pengamalannya tanpa menimbulkan
efek camping dan isi bacaannya terdiri dari Al-Fatihah, Asmaul Husna, Ayat
Kursi, Istighfar, Sholawat dan tahlil
Ada 3 orang Kyai yang ikut meramu bacaan-bacaan
dalam dzikrul ghafilin, yaitu: KH. Abdul Hamid bin Abdullah (Pasuruan), KH.
Achmad Shiddiq (Jember) dan KH. Hamim Jazuli (Gus Mik, Kediri). Bahkan menurut
Gus Mik, ada tiga tokoh lagi yang ikut andil dalam wirid dzikrul ghafilin,
yaitu Mbah Kyai Dalhar (Gunung Pring Muntilan Magelang), Mbah Kyai Mundzir
(Banjar Kidul Kediri), dan Mbah Kyai Hamid (Banjar Agung Magellang).
Tawashul bil Fatihah, dalam kitab dzikrul ghafilin
ditujukan kepada:
1 . Rasulullah Muhammad Saw.
2. Malaikat Jibril, Mikail, Isrofil, Izroil, Penjaga
Arsy, dan Malaikat Muqorrobin.
3. Nabi-nabi dan Rasul-rasul
4. Ulul Azmi (Nabi Nuh As, Nabi lbrohim As, Nabi
Musa As, Nabi Isa dan Nabi Muhammad saw)
5. Istri-istri Nabi (Siti Aisyah, Siti Hafsoh. Siti
Sa’udah, Siti Shofiayh, Siti Maimunah, Siti Roulah, Siti Hindun, Siti Zainab,
dan Siti Zuwairiyah)
6. Putra-putri Nabi (Qosyim, Abdullah, Ibrohim,
Fatimah, Zainab, Ruqoyyah dan Ummi Kultsum).
7. Keturunan (Dzurriyah) Nabi saw.
8. KeluargaNabi saw.
9. Shahabat Nabi saw, khususnya Ahli Badar (yang
wafat saat perang Badar, dari Muhajirin dan Anchor)
10. Pengikut Nabi saw yaitu para Syuhada’, ‘ulama,
‘auliya’, sholihin, mushonniffin, muallifin, Mbah-mbah, orang tua (bapak dan
ibu) dan orang-orang yang benar.
11. Nabi Khodliri Abi Abbas Balya bin Malkan As.
12. Sultonil’ Auhya’ Awwal yaitu:
a. Abi Muhammad Sayyidina Hasan bin Ali bin Abi
Tholib
b. Sayyidina Husein ra.
c. Sayyidina Ali bin Abi Tholib ra.
d. Sayyidatina. Fatimah Az-Zahro ra,
13. Sayyid Syech Muhyiddin Abu Muhammad (Sultonil’
Auliya Syech Abdul Qodir Al-Jilani ra) bin Abi Sholih Musa jangkadusat
14. Sayyid Syech Ali Muhammad Bahauddin Naqsabandi
ra.
15. Sayyid Syech Abu Hamid Muhammad Al-Ghozali ra.
16. Sayyid Syech Achmad Ghozali (adik Imam Ghozali)
17. Sayyid Syech Abi Bakar As-Syibbli ra.
18. Sayyid Syech Qutub Ghowtsi Habib Abdillah bin
Alwi Haddad ra.
19. Sayyid Syech Abi Yazid Toymuri bin lsa Bustomi
ra.
20. Sayyid Syech Muhammad Hanafi.
21. Sayyid Syech Yusuf bin Ismail A-Nabhani ra.
22. Sayyid Syech Jalaluddin As-Suyuti ra.
23. Sayyid Syech Abu Zakariya Yahya bin
Sarafinnawawi ra.
24. Sayyid Syech Abdul Wahhab As-Syaroni ra.
25. Sayyad Syech Ali Nuruddin Asy-Syowni ra.
26. Sayyid Syech Abi Abbas Achmad bin Ali Al-Buni ra.
27. Sayyid Svech Ibrohim bin Adhama ra.
28. Sayyid Syech Ibrohim. Ad-Dasuqi ra.
29. Sayyid Syech Abu Abbas Syihabuddin Achmad bin
Umar Anshori Al-Anshori Al-Mursiy
30. Sayyid Syech Sa’id Abdul Karim Al-Bushiri.
31. Sayyid Syech Abu Hasan Al-Bakri.
32. Sayyid Syech Abu Abdillah Muhammad bin Ismail
Al-Buchori.
33. Sayyid Syech Zainuddin Abdul Aziz Al-Malibari
Al-Fanani.
34. Sayyid Syech Tajuddin bin Athoillah Al-Askandari
ra.
35. Mazhab Ernpat, Khususnya:
a Sayyid Syech Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i
b. Sayyid Syech Abu Hafsin Umar As-Suhrawardi
c. Sayyid Syech Abi Madyan
d- Sayyid Syech Ibnu Maliki Al-Andalusi
e. Sayyid Syech Abu Abdulloh Muhammad bin Sulaiman
Al Jazuli
f Sayyid Syech Muhyiddin bin Al-Arabi
g. Sayyid Syech Imon bin Husayni ra.
36. Al Qutub Al Kabir Sayyid Syech Abdussalam 1bnu
Masyisyi
37. Sayyid Syech Abu Hasani. Ali bin Abdillah bin
Abdul Jabbar As-Syadzi1i
38. Sayyid Syech Abi Mahfudz Ma’ruf Al-Karkhiy
39. Sayyid Syech Abi Hasani Sari As-Saqofi
40. Sayyid Syech Abu Qosim Al-Imam Junaidi
Al-Baghdadi
41. Sayyid Syech Abu `Abbas Ahmad Badawi
42. Sayyid Syech Abu Husain Rifa’i
43. Sayyid Syech Abu Abdillah Nu’ man
44. Sayyid Syech Imam Hasani bin Abu Hasani Abi
Sa’id Bashri
45. Sayyidati Robi’ah Al-Adawiyah ra.
46. Sayyidati Ubaidah binti Abi Kilab ra
47. Sayyid Syech Abu Sulaiman Ad-Daroni ra
48. Sayyid Syech Abu Abdillah Al-Harits bin Asadi
Al-Muhasibi ra.
49. Sayyid Syech Abi Faydl dzinnun Al-Misry ra,
50. Sayyid Syech Abi Zakariyya. Yahya bin Mu’adz
Ar-Rozy ra
51. Sayyid Syech Abi Sholih Hamdun an-Naisabur.
52. Sayyid Syech Husaini bin Mansur Al-Hallaj ra.
53. Sayyid Syech Jalaluddin Ar-Rumy ra.
54. Sayyid Syech Abi Hafsin Syarafiddin Umar bin
Farid Al- Hamawiy Al-Mirsi ra.
55. Ikhwan Dzikrul Ghafilin
56. Orang yang hidup dan mati baik itu:
a. Orang-orang shalihin
b. Auliya Rijalillah
c. Orang-orang yang Arif
d. Ulama Amilin
e. Para Auliya Jawa dan Madura khususnya Wali Songo
f. Kaum Sufi Muhaqiqin
Tentang “Tawassul”, Kyai Achmad memberikan
penjelasan bahwa do’ a tawashul ada dua macam:
1. Doa yang harus “dikatrol”, yaitu. Yaitu orang
yang tidak faham dan tidak maqbul do’ anya akan dikatrol (ditolong) oleh orang
faham dan khusyu’ dalam berdo’a Hal ini sama dengan sholat berjama’ah tersebut.
Bila salah satu diterima amal sholatnya maka diterima semua yang berjama’ah
tersebut. Karena itu sholat berjama’ah lebih baik dari sholat sendiri. Bahkan
Imam Hambali menghukumi Fardlu Ain. Ada Hadits Nabi sebagai berikut: “Nabi
didatangi seorang sahabat. Sahabat menyampaikan bahwa ia sering lupa do’a yang
sudah diajarkan Nabi. Lalu Nabi mengatakan, “Bacalah do’a di bawah ini” maka
nilainya sama”.
“Ya Allah aku tidak tabu apa yang di doakan oleh
Nabi Tapi aku juga ikut mohon doa itu. Dan apa yang diminta NAbi untuk
dijauhkan dari bahaya, aku juga mohon ya Allah”.
4. Doa yang bersifat “dorongan” yaitu: orang yang
berdoa tidak maqbul karna jiwanya tidak bersih, sehingga perlu didorong atau di
amini oleh orang yang maqbul doanya dan bersih hatinya�Ada
hadits sebagai berikut “Ada tiga orang sahabat yang sedang berzikir di masjid.
Salah satunya adalah Abu Hurairah yang masih muda usia. Lalu masuklah Nabi
sambil bersabda: berdoalah kamu dan aku mengamininya. Satu persatu mereka
berdoa dan di amini oleh Nabi. Giliran ketiga pada Abu Hurairah berdoa sebagai berikut:
“Ya Allah semua yang diminta sahabat yang pertama, aku mohon juga. Begitu pula
yang diminta sahabat yang kedua aku mohon juga Sekarang aku mohon untuk diriku
sendiri. Ya Allah sejak kecil aku ini pelupa, aku mohon agar dapat hafal semua
yang diajarkan Nabi”. Doa Abu Hurairah inipun di amini Nabi, maka sejak itulah
la menjadi penghafal/perawi Hadits terbanyak. Ini karena dorongan amin Nabi
yang langsung di terima Allah”.
Pengajian Dzikrul Ghafilin ini semakin lengkap dan
dilkuti oleh ribuan muslimin/muslimat, setelah digabung dengan sema’an
Al-Qur’an Mantab” yang dirintis oleh Gus Mik, dan kini dikoordinasi oleh KH.
Farid Wajdi (putra Sulung Kyai Achmad). Pengajian “Dzikrul Ghafillin dan
Istima’ul Qur’an” ini tidak hanya dilakukan di Jember, bahkan hampir semua
Kabupaten di Jawa Timur dan Jawa Tengah (ternasuk Kraton Yogya dan
kantor-kantor pemerintah pun) sudah mengadakan kegiatan ini secara rutin.
Kedekatan KH. Achmad Shiddiq dengan Gus Mik tidak
hanya pada penggabungan Dzikrul Ghofilin dengan sema’ an Qur’ an Mantab saja.
Bahkan eratnya hubungan itu terikat rapat setelah kedua tokoh itu “besanan”.
Putra Kyai Achmad (Gus Hisyam Rifqi) menikah dengan putri Gus Mik (Tahta Alfina
Pagelaran) sedang Ning Nida Dusturia (Putri Kyai Achmad) Dinikahkan dengan Gus
Robert Syaifun Nuwas (putra Gus Mik), lebih dari itu Gus Firjaun (putera Bungsu
Kyai Achmad) menikah dengan Ning Sofratul Lailiyah (Ponaan Gus Mik).
Dengan dzikrul ghafilin Kyai Achmad berikhtiar
menciptakan suasana religius guna membentengi masyarakat dalam memasuki
kehidupan modern, karena modernisasi menurut Kyai Achma cenderung membawa
mudirrunisasi. yakni suatu proses yan mengarah kepada sesuatu yang
memudharatkan, sehingga pengembangan suasana religius merupakan kondisi yang
harus mendapatkan prioritas.
D.
Bintang Kyai Achmad
Pada Munas Ulama NU di Situbondo pada bulan Desember
1983, KH. Achmad Shiddiq menjelaskan makalahnya tentang “Penerimaan Azas
Tunggal Pancasila bagi NU”. Beliau menyampaikan pokok-pokok fikiran dan
berdialog tanpa kesan apolog: Beliau ungkap argumentasi secara mendasar dan
rasional dari segi agama, historis maupun politik. “Pancasila dan Islam adalah
hal yang dapat sejalan dan saling menunjang. Keduanya tidak bertentangan dan
jangan dipertentangkan” ,kata Kyai Achmad.
Lebih lanjut ditegaskan: “NU menerima Pancasila
berdasar pandangan syariah. bukan semata-mata berdasar pandangan politik. Dan
NU tetap berpegang pada ajaran aqidah dan syariat Islam. Ibarat makanan,
Pancasila itu sudah kita makan selama 38 tahun, kok baru sekarang kita
persoalkan halal dan haramnya katanya setengah bergurau penuh diplomatic.
Sungguh luar biasa, ratusan kyai yang sejak awal menampik Pancasila sebagai
satu-saatunya Azas organisasi, berangsur-angsur berobah sikap dan
menyepakatinya. Sejak saat itulah, sejarah mencatat NU menjadi ormas keagamaan
yang pertama menerima Pancasila sebagai satu-satunya Azas.
Nama Kyai Achmad melejit bak “Bintang Kejora”, dalam
Munas NU itu. Dan tak heran, dalam Muktamar NU ke 27 di Situbondo itu, Kyai
Achmad Shiddiq terpilih sebagai Ro’is Aam PBNU, sedang KH. Abdurrahman Wahid
sebagai Ketua Umum Tanfidziahnya, bentuk pasangan yang, ideal.
Duet Kyai Achmad dan Gus Dur temyata marnpu
mengangkat pamor NU ke permukaan. Beberapa. kali NU bisa selamat ketika
menghadapi setiap persoalan besar dan pelik berkat kepemimpinan keduanya.
Semisal goncangan, ketika Kyai As’ ad yang kharismatik mengguncang NU dengan
sikap mufaroqohnya terhadap kepemimpinan Gus Dur. Dalam Munas NU di cilacap
tahun 1987, Kyai As’ ad menginginkan Gus Dur dijadikan agenda Munas, dan
diganti. Namur demikian, Kyai Achmad Shiddiq dan Kyai Ali Ma’shum tampil
membelanya.
Kyai Achmad dalam posisi sulit dan menentukan itu
mampu meyakinkan warga NU untuk tetap kukuh dengan khittah NU 1926. Pada
Muktamar ke-28 di Yogyakarta pada tahun 1989 Kyai Achmad menegaskan
pendiriannya tentang Khittah. “NU ibarat kereta, api, bukan taksi yang bisa,
dibawa, sopirya, ke mana, saja. Rel NU sudah tetap”, ujarnya bertamsil. Dengan
tamsil ini pula Muktamar Yogyakarta dapat mempertahankan duet Kyai Achmad
dengan Gus Dur.
Dan kepulangan Kyai Achmad dari Muktamar Yogyakarya,
Kyai Achmad sakit Diabetes Melitus (kencing manis yang parsh). Kyai Achmad
dirawat di RS. Dr. Sutomo, Surabaya.
“Tugasku di NU sudah selesai”, kata Kyai Achmad
Shiddiq pada rombongan PBNU yang membesuknya di RSU Dr. Sutomo, Ternyata
isyarat itu benar. Tanggal 23 Januari 1991, Kyai Achmad Shiddiq wafat. Rois Aam
PBNU yang berwajah sejuk itu menanggalkan beberapa jabatan penting:
1. Anggota DPA (Dewan Pertimbanzan Agung)
2. Anggota BPPN (Badan Pertimbangan Pendidikan
Nasional)
KH Achmad Shiddiq dimakamkan di kompleks makam
Auliya, Tambak Mojo, Kediri. Di makam itu juga sudah dimakamkan 2 orang Auliya
sebelumnya. “Aku seneng di sini Besok kalau aku mati dikubur sini saja”, wasiat
Kyai Achmad pada istri dan anak-anaknya. Walaupun berat hati karena jauhn dari
Jember, keluarganyapun merelakannya sebagai penghormatan pada bapak yang sangat
di cintainya
Ribuan muslimin dan muslimat melayat ke pemakaman
Kyai Achmad Shiddiq. Jenazah terlebih dulu disemayamkan di rumah duka (kompleks
Pesantren Ashtra. Talangsari) dan keesok harinya, barulah beriring-iringan
mobil yang berjumlah seratus itu mengantarkannya di tempat yang jauh, tetapi
menyenangkannya. Sang Bintang Kejora itu jauh dari Jember tetapi sinarnya tetap
cemerlana dari pemakaman Tambak nun jauh.
Sekitar 5 tahun setelah wafatnva, tepatnya pada
tanggal 9 Nopember 1995, Kyai Achmad masih mendapatkan penghargaan “Bintang
Maha Putera NARARYA, dari Pemerintah dan beliau tercatat sebagai Pahlawan
Nasional Mantan Tokoh NU .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar