Judul : Keteladanan KHR. Ahmad Fawaid
As’ad
Penulis : KH. Muhyiddin Abdusshomad
Editor : Suparman
Penerbit : Khalista, Surabaya
Cetakan : I, April 2012
Tebal : xi+ 46 hlm.
Peresensi : Ach. Tirmidzi Munahwan
|
Akan datang
kehancuran yang melanda bumi ini, yaitu ketika Allah mencabut ilmunya dari muka
bumi ini. Allah mencabut ilmu bukan menghilangkan pengetatahuan, bukan pula
melenyapkan ilmu pengetahuan. Tapi, dengan cara mengambil (meninggalnya)
orang-orang yang berilmu. Maka, bumi ini tidak akan dipimpin oleh orang-orang
yang berilmu dan dikuasai oleh orang-orang bodoh.
Ulama ialah
orang yang menguasai ilmu agama. Orang yang menyerukan kepada umatnya untuk
berbuat amar makruf nahi mungkar. Jika bumi ini telah kehilangan ulama, maka
segera keburukan akan merajalela dan hanya tinggal menunggu waktu untuk sebuah
kehancuran.
Di awal
tahun 2012 di pulau Jawa telah kehilangan empat ulama yaitu KH Munif Djazuli
wafat (Ploso), KH Imam Yahya Mahrus (Lirboyo, KH. Abdullah Faqih (Langitan) dan
KHR. Ahmad Fawaid As’ad salah satu putra dari Mustasyar Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU) Almagfurlah KHR. As’ad Syamsul Arifin dan pengasuh
Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Asembagus Situbondo.
Innalillahi wainna ilahi raji’un (seungguhnya kita adalah milik Allah dan
kepada-Nya kita kembali). Semoga Allah mengampuni, mengasihi, melindungi, dan
memaafkan beliau. Dan semoga Allah memberi kita kekuatan untuk meneladani,
melanjutkan apa yang selama ini diperjuangkan oleh kedua ulama besar tersebut.
KHR. Fawaid
As’ad adalah pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Situbondo generasi
ketiga. Sebagai penerus beliau telah mampu membuktikan bahwa beliau tidak hanya
mampu melanjutkan, tetapi juga bisa mampu mengembangkan serta melakukan inovasi
dengan terobosan baru sehingga pesantren Salafiyah Syafi’iyah bisa berkembang
pesat dengan memadukan pesantren salaf dan modern. Pesantren ini didirikan pada
tahun 1914 oleh KH. Syamsul Arifin (kakek Kiai Fawaid). Dan saat ini santrinya
diperkirakan 13.000 santri dari berbagai daerah bahkan diantaranya bersal dari
Malaysia dan Brunei Darussalam.
Kepergian
KHR. Ahmad Fawaid As’ad pada hari Jumat 9 Maret 2012, jam 12.15 di Rumah Sakit
Dr. Soetomo Surabaya telah mengisahkan duka yang mendalam, tidak hanya bagi
keluarga dilingkungan pesantren tetapi juga masyarakat luar yang
menghormati dan mencintai sepenuh hati.
KHR. Ahmad Fawaid A’ad sebagai seorang pengasuh pondok pesantren yang besar di
daerah ujung timur pulau jawa, mempunyai banyak aktivitas padat yaitu salalu
meluangkan waktunya melakukan rapat langsung dengan para pengurus pondok,
sehingga menimalisir jarak sosial antara kiai dan santrinya.
Kiai Fawaid
juga berupaya meningkatkan taraf hidup penduduk dilingkungan pesantren dengan
melibatkan mereka untuk memenuhi kebutuhan para santri. Sehingga penduduk
merasakan dampak positif tidak hanya segi spiritual tapi juga taraf hidup
mereka yang lebih baik. Kepedulian sosial beliau terhadap masyarakat luar biasa
dan tak diragukan lagi, bahkan beberapa hari sebelum meninggal beliau masih
sempat memberikan santunan kepada 500 anak yatim dan fakir mikin masing-masing
berjumlah Rp. 500.0000 (hal.13).
Tentu
menyadari sebagai ulama, Kiai Fawaid hidupnya didunia tidak akan lama lagi,
meski tidak tahu pasti kapan ia akan dipanggil oleh Allah. Namun, beliau telah
mempersiapkan penerusnya sebagai pengasuh pondok pesantren Salafiyah
Syafi’iyah, yaitu menunjuk Gus Ahmad Azaim Ibrahimi putra pasangan KH. Dhafir Munawar
dan Nyai Hj. Zainiyah As’ad. Sehingga kepergiannya yang secara tiba-tiba
kembali ke Rahmatullah, tidak menjadikan pesantren kalang kabut, tapi tetap
tegak berdiri meski telah kehilangan pengasuhnya. Kiai Fawaid telah
mempersipakan sistem dan pengelolaan yang matang untuk masa depan pesantren.
Buku ini
menyajikan tentang beberapa prilaku KHR. Ahmad Fawaid As’ad yang patut
diteladani oleh para generasi muda, santri, khususnya para pengasuh pesantren.
Istiqamah membaca al-Qur’an, shalat berjama’ah setiap hari dalam kondisi apapun
adalah amaliah yang tidak pernah ditinggalkannya. Bahkan dalam melakukan
perjalanan, Kiai Fawaid selalu membaca al-Qur’an. Jadi tidak heran jika dalam
satu minggu Kiai Fawaid selalu menghatamkan al-Qur’an minimal satu kali.
Walaupun
buku ini amat sangat tipis dan sederhana, namun bisa sebagai pegangan untuk
mengetahui sifat-sifat yang patut diteladani, dan bisa dijadikan refrensi bagi
orang yang tertarik menulis biografi Kiai Fawaid secara umum. Buku kecil ini,
ditulis oleh Kiai Muhyiddin Abdusshomad yang produktif menulis, juga dilengkapi
dali-dalil penyelengaraan tahlil sekaligus teks tahlilnya yang biasa dibaca di
pondok pesantren Salafiyah Syaf’iyah. Agar pengamal tahlil tidak ada keraguan
dalam melaksanakan tradisi agung warisan ulama salaf ini. Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar